Teori Belajar Ausubel

              Selamat malam, karena judulnya teori belajar ausubel maka postingan kali ini masih menjelaskan tentang pakar-pakar yang menciptakan teori pembelajaran.



             Banyak negara mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan
persoalan yang pelik, namun semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan tugas negara yang paing penting. Bangsa yang ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia tentu mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci dan tanpa kunci itu usaha mereka akan gagal.
            Pada zaman yang sangat modern ini teori – teori yang di kemukakan oleh banyak tokoh – tokoh sangat membantu dalam mengatasi permasalah dalam dunia pendidikan. Adanya teori – teori yang baru, dalam menyampaikan pelajaran dalam proses belajar mengajar aka nada rasa yang berbeda, misalnya : rasa nyaman, senang, tenang, dan lain – lain. Dalam hal itu dapat menciptakan generasi muda agar mengetahui betapa pentingnya pendidikan untuk dirinya.
David Paul Ausubel(1918-2008) merupakan salah seorang ahli psikologi Amerika.Beliau telah memberi banyak sumbangan yang penting khususnya dalam bidang psikologi pendidikan, sains kognitif dan juga pembelajaran pendidikan sains.Ausubel dilahirkan pada 25 Oktober 1918 dan dibesarkan di Brooklyn, New York.  Beliau mendapat pendidikan di Universiti of Pennsylvania dan mendapat ijazah kehormat pada tahun 1939 dalam bidang psikologi.Kemudian Ausubel menamatkan pelajarannya di sekolah perubatan di Universiti Middlesex. Beliau juga  telah berkhidmat dengan jabatan pertahanan US Public Health Service, dan telah memperolehi   M.A dan Ph.D dalam Psikologi Perkembangan dari Universiti Columbia pada 1950. Pada 1973 Ausubel membuat keputusan untuk  bersara dari bidang akademik dan menyertai latihan psikiatri. Sepanjang menjalani latihan psikaitri, Ausubel telah menghasilkan berbagai judul buku dan artikel tentang psikiatri dan jurnal psikologikal.Pada tahun 1976, beliau telah menerima Anugerah Thorndike dari Persatuan Psikologi Amerika bagi sumbangan beliau yang memberangsangkan dalam bidang psikologi dalam pendidikan.Pada umur 75 tahun, Ausubel bersara dari bidang professional dan melibatkan diri sepenuhnya dalam penulisan dan telah menghasilkan empat buah buku yang terkenal

2.1  Teori Belajar Ausubel
Ausubel (dalam Dahar, 1988:137) mengemukakan bahwa belajar bermakna adalah suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep - konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Menurut Ausubel (dalam Dahar, 1988: 134), belajar dapat diklasifikasikan berdasarkan cara menyajikan materi, yaitu: (1) Penerimaan dan (2) Penemuan. Sedangkan berdasarkan cara siswa menerima pelajaran yaitu: (1) belajar bermakna dan (2) belajar hafalan.
Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel.Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar bermakna (meaningful learning) dan (2) belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.

Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning).Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama.Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. Pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa.
Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya. Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
Dua syarat untuk materi yang dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya.
1.    Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan     tingkat    perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
2.    Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan   penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam skema yang telah ia punya. Dalam prosesnya siswa mengkonstruksi apa yang ia pelajari dan ditekankan pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena,  dan fakta-fakta baru kedalam system pengertian yang telah dipunyainya.

Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna. Mereka yang berada pada tingkat pendidikan dasar, akan lebih bermanfaat jika siswa diajak beraktivitas, dilibatkan langsung dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, akan lebih efektif jika menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi.

Empat tipe belajar menurut Ausubel, yaitu:
1.      Belajar dengan penemuan yang bermakna, yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajarinya atau siswa menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru itu ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
2.      Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
3.      Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna, materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dikaitkan dengan pengetahuan yang ia miliki.
4.      Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna, yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan yang ia miliki.

Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi.
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa.Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.
            Teori – teori belajar yang selama ini masih banyak menekankan pada belajar asosiatif atau menghafal.Belajar demikian tidak banyak bermakna bagi siswa.Belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa.Mater yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif.
Struktur kognitif merupakan struktur organisasional yang ada dalam ingatan seseorang yang mengintegrasikan unsur – unsur pengetahuan yang terpisah – pisah ke dalam suatu unit konseptual.Teori kognitifbanyak memusatkan perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi dari struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.Yang paling awal mengemukakan konsep ini adalah Ausubel.
Dikatakan bahwa pengetahuan organisasi dalam ingatan seseorang dalam struktur hirarkhis.Ini berarti bahwa pengetahuan yang lebih umum, insklusif, dan abstrak membawahi pengetahuan yang lebih spesifik dan kogkrit. Gagasannya, mengenai cara mengurutkan materi pelajaran dari umum ke khusus, dari keseluruhan ke rinciyang sering disebut sebagai subsumptive sequenace menjadikan belajar lebih bermakna bagi siswa.
Advance organizers yang juga dikembangkan oleh Ausebel merupakan penerapan konsepsi tentang struktur kognitif didalam merancang pembelajaran. Penggunaan advance organizers sebagai kerangka isi akan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari informasi baru, karena merupakan kerangka dalam bentuk abstraksi atau ringkasa  konsep-konsep dasar tentang apa yang dipelajari, dan hubunganya dengan materi yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Jika ditata dengan baik, advance organizers akan memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran yang baru, serta hubungannya dengan materi yang telah dipelajarinya.
Berdasarkan pada konsepsi organisasi kognitif seperti yang dikemukakan oleh Ausebel tersebut, dikembambangkanlah oleh para pakar teori kognitif suatu model yang lebih eksplisit yang disebut dengan skemata.Sebagai struktur organisasional, skemata berfungsi untuk mengintergasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah, atau sebagai tempat untuk mengkaitkan pengetahuan baru. Atau dapat dikatakan bahwa skemata memiliki fungsi ganda, yaitu:
1)      Sebagai skema yang menggambarkan atau mempresentasika organisasi pengetahuan. Seseorang yang ahli dalam suatu bidang tertentu akan dapat digambarkan dalam skemata yang dimilikinya.
2)      Sebagai kerangka atau tempat untuk mengkaitkan atau mencantolkan pengetahuan baru.



Skemata memiliki fungsi asimilatif. Artinya, bahwa skemata berfungsi untuk mengasimilasikan pengetahuan baru kedalam hirarkhi pengetahuan, yang secara progesif lebih rinci dan spesifik dalam struktur kognitif seseorang. Inilah proses belajar yang paling dasaryaitu mengasimilasikan pengetahuan baru kedalam skemata yang tersusun secara hierarkhis. Struktur kognitif yang dmiliki individu menjadi faktor utama yang mempengaruhi kebermaknaan dari perolehan pengetahuan baru. Dengan kata lain, skemata yang telah dimiliki oleh seseorang menjadi penentu utama terhadap pengetahuan apa yang akan dipelajari oleh orang tersebut. Oleh sebab itu maka diperlukan adanya upaya untuk mengorganisai isi atau materi pelajaran serta penataan kondisi pembelajaran agar dapat memudahkan proses asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif orang yang belajar.
Mendasarkan pada konsepsi di atas, Mayer (dalam Degeng, 1993) menggunakan pengurutan asimilasi untuk mengorganisasi pembelajaran, yaitu mulai dengan menyajikan informasi-informasi yang khusus dan spesifik.Penyajian informasi pada tingkat umum dapat berperan sebagai kerangka isi bagi informasi-informasi yang lebih rinci.
Reigeluth dan Stein (1983) mengatakan bahwa skemata dapat dimodifikasi oleh pengetahuan baru sedemikian rupa sehinnga menghasilkan makna baru.Anderson (1980) dan Tennyson (1989) mengatakan bahwa pengetahuan yang telah dimiliki individu selanjutnya berfungsi sebagai dasar pengetahuan bagi masing-masing individu.
Semakin besar jumlah dasar pengetahuan yang dimiliki seseorang, makin besar pula peluang yang dimiliki untuk memilih. Demikian pula, semakin baik cara penataan pengetahuan di dalam dasar pengetahuan,  makin mudah pengetahuan tersebut ditelusuri dan dimunculkan kembali pada saat di perlukan. 


 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME

Teori Belajar John Dewey

Teori Belajar Thorndike