TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME


http://images.slideplayer.info/12/4077180/slides/slide_12.jpg
Peta Konsep

A.    PENGERTIAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME
1.      Pengertian dari Teori Belajar Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain.Sehingga teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan, atau teknologi dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Hasil belajar bergantung pada pengalaman dan perspektif yang dipakai dalam interpretasi pribadi. Sebaliknya, fungsi pikiran menginterpretasi peristiwa, obyek, perspektif yang dipakai, sehingga makna hasil belajar bersifat individualistik. Suatu kegagalan dan kesuksesan dilihat sebagai beda interpretasi yang patut dihargai dan sukses belajar sangat ditentukan oleh kebebasan siswa melakukan pengaturan dari dalam diri siswa.
Untuk mendukung kualitas pembelajaran maka sumber belajar membutuhkan data primer, bahan manipulatif dengan penekanan pada proses penalaran dalam pengambilan kesimpulan. Sistematika evaluasi lebih menekankan pada penyusunan makna secara aktif, keterampilan intergratif dalam masalah nyata, menggali munculnya jawaban divergen dan pemecahan ganda. Evaluasi dilihat sebagai suatu bagian kegiatan belajar mengajar dengan penugasan untuk menerapkan pengetahuan dalam konteks nyata sekaligus sebagai evaluasi proses untuk memecahkan masalah
Teori Konstruktivisme  didefinisikan sebagai pembelajaran yang  bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.

2.      Tujuan dari Teori Belajar Konstruktivisme
Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
a.        Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
b.       Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri    pertanyaannya.
c.        Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
d.       Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
e.        Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

B.     Sasaran Teori Belajar Konstruktivisme
a)      Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme
Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu:
a.       Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
b.      Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa
c.       Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai
d.      Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil
e.       Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan
f.       Mengharagai peranan pengalaman kritis dalam belajar
g.      Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
h.      Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
i.        Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif
j.    Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran, seperti prediksi, infernsi, kreasi, dan analisis
k.      Menekankan bagaimana siswa belajar
l.     Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru
m.    Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif
n.      Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata
o.      Menekankan pentingnya konteks siswa dalam belajar
p.      Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar
q.      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata

b)     Peranan Teori Konstruktivisme di Kelas
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme tersebut di atas, berikut ini dipaparka tentang penerapan di kelas.
a.       Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasa-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solver).
b.      Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.
c.       Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya
d.      Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau didkusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas
e.       Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hpotesis yang mereka buat, terutama melalu diskusi kelompok dan pengalaman nyata
f.       Guru memberikan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.
Selain itu yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa .siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengtahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan idea-idea baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya.
Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru.
 
 C.     Dampak teori konstruktivisme terhadap pembelajaran
Dampak teori konstruktivisme secara umum yang merupakan gabungan dari penerapan baik dari konsep piaget maupun vygotsky terhadap pembelajran, antara lain dapat berkenaan dengan:
a.        Tujuan pendidikan : - menghasilkan individu atau anak yangmemiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi.
b.       Kurikulum : - konstruktivisme tidak memerlukan kurikulum yang distandarisasikan. Oleh karena itu, lebih diperlukan kurikulum yang telah disesuaikan dengan pengetahuan awal siswa.Juga diperlukan kurikulum yang lebih menekankan keterampilan pemecahan masalah (hands-on probem solving). Dengan kata lain kurikulum harus dirancang sedemikian rupa, sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan maupun keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
c.        Pengajaran : - di bawah teori konstruktivisme, pendidik berfokus terhadap bagaimana menyususn hubungan antar fakta-fakta serta memperkuat perolehan pengetahuan yang baru bagi siswa. Pengajar harus menyusun strategi pembelajaran nya dengan memperhatikan respon / tanggapan dari siswa serta mendorong siswa untuk menganalisis, menafsirkan dan meramalkan informasi. Guru juga harus berupaya dengan keras menghadirkan pertanyaan berujung terbuka (open-ended questions) dan mendorong terjadinya dialog yang ekstensif antar siswa. Dalam konsep ini sebaiknya guru berfungsi sebagai fasilitator dan mediator dan teman ( mitra belajar) yang membangun situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik.
d.       Pembelajar : - diharapakan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya.
e.        Penilaian : - konstruktivisme tidak memerlukan adanya tes yang  baku sesuai dengan tingkat kelas. Namun, justru memerlukan suatu penilaian  yang merupakan bagian dari proses pembelajaran (penilaian autentik) sehingga memungkinkan siswa berperan lebih besar dalam menilai dan mempertimbangkan kemajuan atau hasil belajarnya sendiri. Hal ini merupakan alasan untuk menghadirkan portofolio sebagai model penilaian. Portofolio secara ringkas dapat dimaknai sebagai bukti-bukti fisik (hasil ujian, makalah, hasil keterampilan, piagam, piala, catatan anekdot dan lain lain) hasil belajar atau hasil kinerja siswa.
 
D.     kritik TEORI BELAJAR konstruktivisme
            Kritik terutama dilancarkan terhadap konstruktivisme sosial vygotsky justru pada jantung teorinya, yaitu ZPD. Ada suatu dilema antara belajar yang dipandu guru dalam kaitan perkembangan potensial dengan belajar tanpa bantuan guru (perkembangan aktual ), karena kurang memperdulikan konsistensi dari bimbingan. Kecuali itu, bagaimanapun juga pendapat behavioris tidak semuanya keliru.Para konstruktivis yang menganggap bahwa belajar, yaitu semata-mata memorisasi telahmengabaikan bahwa belajar juga menyangkut perubahan perilaku atau perubahan tindakan.Walaupun konstruktivisme mendapatkan popularitas besar sebagai filosofi pembelajaran, itu tidak berarti bahwa seluruh tehnik pembelajaran yang berbasis pada konstrutivisme efisien atau efektif bagi semua siswa.
            Kritik yang lain terkait dengan perbedaan pandangan antara para konstrutivisme dengan para maturasionis. Para konstrutivisme berpendapat bahwa proses dialektika dan proses interaksi bagi perkembangan dan belajar melalui konstruksi aktif oleh siswa, dapat difasilitasi dan dibantu oleh orang dewasa. Sedangkan para penganut maturasionis romantik berpendapat bahwa perkembangan siswa berlangsung secara alami (maturational development) tanpa harus ada bantuan orang dewasa dalam suatu lingkungan yang permisif. Dengan kata lain, oarang dewasa berperan secara aktif dalam memandu belajar menurut konstrutivisme, sedangkan menurut maturasionisme siswa dibiarkan memandu dirinya sendiri sesuai tahap-tahap perkembangan umurnya. Disamping Jean Jacques Rousseau para penganut maturasionis lainnya adalah ahli pendidikan Swiss Hainrich Pestalozzi, dan penemu sistem pendidikan kindergarten, Friedrich Frobel.


BAB III
PENUTUP
A.    SIMPULAN
Teori belajar konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain.Sehingga teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan, atau teknologi dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Hasil belajar bergantung pada pengalaman dan perspektif yang dipakai dalam interpretasi pribadi. Sebaliknya, fungsi pikiran menginterpretasi peristiwa, obyek, perspektif yang dipakai, sehingga makna hasil belajar bersifat individualistik. Suatu kegagalan dan kesuksesan dilihat sebagai beda interpretasi yang patut dihargai dan sukses belajar sangat ditentukan oleh kebebasan siswa melakukan pengaturan dari dalam diri siswa.
Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
a.     Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
b.    Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri    pertanyaannya.
c.   Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
d.      Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
e.       Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Kritik terkait dengan perbedaan pandangan antara para konstrutivisme dengan para maturasionis. Para konstrutivisme berpendapat bahwa proses dialektika dan proses interaksi bagi perkembangan dan belajar melalui konstruksi aktif oleh siswa, dapat difasilitasi dan dibantu oleh orang dewasa. Sedangkan para penganut maturasionis romantik berpendapat bahwa perkembangan siswa berlangsung secara alami (maturational development) tanpa harus ada bantuan orang dewasa dalam suatu lingkungan yang permisif. Dengan kata lain, oarang dewasa berperan secara aktif dalam memandu belajar menurut konstrutivisme, sedangkan menurut maturasionisme siswa dibiarkan memandu dirinya sendiri sesuai tahap-tahap perkembangan umurnya.




DAFTAR PUSTAKA
Suyono dan Hariyanto, 2014, BELAJAR DAN PEMBELAJARAN, Bandung, PT Remaja Rosdakarya

Komentar

  1. http://tahjud69.blogspot.co.id/2016/12/teori-belajar-konstruktivisme.html

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Belajar John Dewey

Teori Belajar Thorndike