Teori Belajar Thorndike

 Berhubung ada sedikit waktu luang, maka saya sempatkan untuk posting sedikit materi tentang teori belajar thorndike. Dalam materi ini berisi pengertian teori belajar thorndike, kelebihan teori belajar thorndike, kekurangan teori belajar thorndike eksperimen thorndike.
 
Sudah banyak pakar yang mengajukan teori yang melandasi pembelajaran dan pembelajaran. Semua teori tersebut dikembangkan dengan sudut pandang dan metode serta teknik yang berbeda. Hasilnya selain terdapat persamaan dan perbedaan diantara teori tersebut, tetapi juga masih dapat diberdebatkan kebenarannya. Oleh sebab itu, ada dua hal yang perlu dikemukakan. Pertama adalah bijaksana jika teori tersebut tidak dijadikan pegangan mutlak, tetapi untuk disintesis dan dijadikan asumsi-asumsi dalam memilih dan menilai metode pembelajaran yang diterapkan dalam praktik.
Kedua, mengingat banyaknya maka tidak mungkin mengetengahkan teori belajar dan permbelajaran yang ada, tetapi mengulas sejumlah teori yang dinilai dapat mengwakili berbagai teori sebagaimana di rangkum dalam bab ini sudah memadai untuk dijadikan pegangan dalam memahami dalam berbagai aspek tentang belajar dan pemnbelajaran. Berikut adalah rangkuman yang dimaksud.
Thorndike mengemukakan bahwa belajar adalah proses interaksi stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, gerakan) dan respons (bisa juga berbentuk pikiran, perasaan, atau gerakan). Dari pengertian ini, wujud tingkah laku tersebut bisa saja dapat diamati ataupun tidak dapat diamati. Teori belajar Thorndike juga disebut sebagai aliran “connectionsm”. Menurut Thorndike, belajar dapat dilakukan dengan mencoba-coba (trial and error). Mencoba-coba dilakukan bila seseorang tidak tahu bagaimana harus memberikan respons atau sesuatu, kemungkinan akan ditemukan respons yang tepat berkaitan dengan masalah yang dihadapinya.

a.       Teori Koneksionisme
Teori koneksionisme yang dikembangkan oleh Edward Lee Thorndike yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh pakar lainnya menjelaskan bahwa terdapat kesamaan antara proses belajar dalam diri hewan dan manusia. Kesamaan tersebut itu adanya hubungan atau koneksi atau asosiasi antara kesan yang di tangkap oleh pancaindra atau Stimulus (S) dengan perbuatan atau response (R) (Sudjana, 2000, hal:53 dan Suwarno,2006, hal:59).
Berpegang kepada teori tersebut Thorndike mengajukan tiga hukum dasar tentang perilaku belajar; hukum kesiapan (The Law of Readiness), hukum latihan (The Law of Exercise), dan hukum akibat (The Law of Effect). 
        
1.      Hukum kesiapan (The Law of Readiness)
Hukum ini menjelaskan menjelaskan tentang adanya hubungan antara kesiapan (Readines) seseorang dalam merespon, menerima atau menolak, terhadap stimulan yang diberikan. Aplikasi hukum ini dalam konteks belajar dan pembelajaran menurut Sudjana adalah bahwa “ … pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien apabila peserta didik memiliki kesiapan belajar.” Sebagai implikasinya, ada empat kemungkinan yang dapat terjadi dalam proses belajar dan pembelajaran yaitu:
a.       Seseorang diberi stimulan ketika belum siap untuk menerimanya. Hasilnya orang tersebut tidak akan memberikan respon yang diharapkan dan tidak memberikan kepuasan pada dirinya sendiri.
b.      Seseorang diberi stimulan ketika telah benar-benar siap untuk menerimanya. Hasilnya orang tersebut akan memberikan respon positif yang diharapkan dan memberikan kepuasan terhadap dirinya sendiri.
c.       Seseorang tidak diberi stimulan ketika telah bersiap untuk menerimanya. Hasilnya orang tersebut akan merasa kecewa dalam dirinya.
d.      Seseorang tidak diberi stimulan ketika tidak siap untuk menerimanya. Hasilnya orang tersebut justru akan memeberikan respon positif yang tidak diharapkan dan memberikan kepuasan terhadap dirinya sendiri.

2.      Hukum Latihan (The Law Of Exercise)
Hukum ini menjelaskan bahwa hubungan antara perlakuan (S) dan tindakan (S) akan menjadi lebih kuat jika hubungan tersebut dilakukan berulang-ulang, sebaliknya hubungan tersebut akan melemah jika jarang dilakukan. Dalam konteks belajar dan pembelajaran, hukum ini  menekankan pentingnya latihan (exercise) atau pengulangan (drill) dalam menggunakan materi yang sedang dipelajari untuk memperkuat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran tersebut (law of use). Sebaliknya, kurangnya latihan atau pengulangan dalam penggunaan materi yang dipelajari akan menurunkan penguasaan siswa terhadap materi tersebut (law of disuse).
Contoh aplikasi yang lebih kongkrit dari hukum ini dalam belajar dan pembelajaran adalah menyelenggarakan program pemantapan di sekolah dengan mana siswa dilatih secara intensif untuk menyelesaikan soal-soal pada saat menjelang ujian nasional. Diharapkan dengan latihan tersebut siswa akan lebih siap dalam mengikuti ujian tersebut. Contoh lain adalah keikutsertaan siswa dalam bimbingan belajar untuk meningkatkan intensitas dan frekuensi belajarnya agar berhasil dalm tes penerimaan mahasiswa baru dalam peguruan tinggi berkualitas dengan kesempatan yang sangat kompetitif

3.      Hukum Akibat (The Law of Effect)
Hukum ini menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respon yang di harapkan akan bertambah kuat dan akan selalu muncul jika memberikan akibat yang menyenangkan kepada diri seseorang. Sebaliknya, hubungan tersebut akan melemah dan jarang muncul jika memberikan akibat yang tidak menyenangkan kepada diri orang tersebut.
Hukum ini dapat dijadikan alasan penerapan prinsip hadiah atau reward dan sanksi atau hukuman atau punishment atau sering juga disebut sebagai pendekatan cambuk dan wortel atau stick and carrot dalam pemeblajaraan.siswa yang telah belajar dengan keras kemudian memperoleh nilai yang baik dan mendapat pujian (reward atau carrot) yang pantas dari guru atau orangtuanya akan mendorong siswa tersebut meneruskan kebiasaanya belajar dengan giat. Sebaliknya, siswa yang kurang rajin belajar memperoleh nilai yang rendah serta memperoleh peringatan (punishment atau stick) dari gurunya akan meninggalkan kebiasaan jelek dan meningkatkan kerajinannya dalam belajar.
Akan tetapi, tidak semua pakar pembelajaran yang setuju dengan pendekatan yang menggunakan hukum akibat sebagaimana dicontohkan sebelumnya. Mereka justru beragumen bahwa hadiah dan hukuman tidak selalu berakibat positiftetapi bisa sebaliknya berakibat negatif. Tidak jarang siswa yang memperoleh nilai baik dan mendapat pujian yang berlebihan membuatnya terlena dan menggangap enteng mata peajaran yang dipelajarinya. Akibatnya, terjadi penurunan kegiatan belajar yang kemudian menurunkan prestasi belajarnya. Dalam kasus yang berbeda, siswa yang malas akan memperoleh nilai rendah serta mendapat hukuman dari guru justru akan lebih malas dan gagal serta mengalami frustasi.
Bagaimanapun, terlepas dari positif atau negatifnya akibat dari sebuah perlakuan, keduanya membuktikan adanya efek atau akibat dari perlakuan. Berpegang kepada teori ini guru harus menyadari bahwa:
a.       Perilaku belajar siswa  berdampak kepada hasil belajarnya.
b.      Tindakan yang dilakukan oleh guru terhadap siswa akan memberikan dampak kepada perilaku dan hasil belajar siswa tersebut.
c.    Terjadinya dampak negatif atau positif dalam perilaku dan hasil belajar siswa yang disebabkan oleh perlakuan guru dalam pembelajaran tidak selalu sama anatara siswa yang satu dengan yang lain tetapi karena bergantung pada banyak aspek lain baik psikologis fisologis, dan lingkungan kehidupan siswa.
d. Guru harus berhati-hati dalam menekankan pendekatan “reword  and unishment” dalam menyelenggarakan pembelajaran bagi siswanya karena kesalahan dalam penerapannya bisa berakibat negatif yang fatal dan berjangka panjang terhadap perilaku belajar siswa.
 
B.     Behaviorisme
Aliran ini disebut dengan behavioraisme karena sangat menkankan kepada perlunya perilaku (behavior) yang diamati. Ada beberapa ciri dari rumpun teori ini, yaitu:
1)      Mengutamakan unsure-unssur atau bagian-bagian kecil,
2)      Bersifat mekanistik
3)      Menekankan peranan lingkungan,
4)      Mementingakan pembentukan respons,
5)      Menekankan pentingnya latihan

Pembelajaran behavioraisme bersifat molekular, artinya lebih menekankan kepada elemen-elemen pembelajaran, individu terdiri dari unsur-unsur  seperti halnya molekul. Behavioraisme sebenarnya dapat dilacak kembali dari pemikiran Aristoteles dalam esainya berjudul Memory, yang memusatkan pembahasan tentang adanya asosiasi antar kejadian-kejadian, misalnya antara kilat dengan guru. Para filosof yang mengikuti pandangan Aristoteles  ini adalah Hobbs, Hume, Brown, Bain, dan Ebbinghause.
Behavioraisme merupakan aliran psikologi yang memandang individu lebih kepada sisi fenomena jasmania, dan mengabaikan aspek-aspek mental seperti kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam kegiatan belajar. Hal ini dapat dimaklumi, karena behavioraisme berkembangan melalui suatu penelitian yang melibatkan binatang seperti burung merpati, kucing, tikus, dan anjing sebagai objek. Peristiwa belajar semata-mata dilakukan dengan melatih refleks-refleks sedemikian rupa  sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Para ahli behavioraisme berpendapat bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi anatara stimulus (S) dengan respons (R). Menurut teori ini, dalam belajar yang penting adalah adanya input berupa stimulus dan output yang berupa respons.
Konsep dasarnya, seperti yang dikembangkan oleh Thorndike dan Watsson, seorang behavioraisme murni, belajar adalah proses interaksi antara stimulus atau rangsangan yang berupa serangkaian kegiatan yang bertujuan agar mendapatkan respon belajar dari objek penelitian. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar yang dapat berupa pikiran, perasaan, atau tindakan. Syarat pokoknya, stimulus maupun respon harus benar-benar dapat diamati dan diukur. 

Kelebihan Teori Belajar Thorndike
  1. Dengan sering melakukan pengulangan dalam memecahkan suatu permasalahan, anak didik akan memiliki sebuah pengalaman yang berharga. Selain itu dengan adanya sistem pemberian hadiah, akan membuat anak didik menjadi lebih memiliki kemauan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya. 
  2. Teori ini sering juga disebut dengan teori trial dan error  dalam teori ini orang yang bisa menguasai hubungan stimulus dan respon sebanyak- banyaknya sehingga orang akan terbiasa berpikir dan terbiasa mengembangkan pikirannya.
  3. Teori ini mengarahkan anak untuk berfikir linier dan konvergen. Belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa anak menuju atau mencapai target tertentu
  4. Membantu  guru dalam menyelesaikan indikator pembelajaran Matematika.
Kekurangan teori belajar Thorndike
  1. Teori ini sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan antara stimulus dan respon. 
  2. Teori ini tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan amtara stimulus dan respon ini dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya.
  3. Terlalu memandang manusia sebagai mekanismus dan otomatisme belaka disamakan dengan hewan. Meskipun banyak tingkah laku manusia yang otomatis, tetapi tidak selalu bahwa tingkah laku manusia itu dapat dipengaruhi secara trial and error. Trial and error tidak berlaku mutlak bagi manusia.  
  4. Memandang belajar hanya merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan respon. Sehingga yang dipentingkan dalam belajar ialah memperkuat asosiasi tersebut dengan latihan – latihan, atau ulangan – ulangan yang terus – menerus. 
  5. Karena belajar berlangsung secara mekanistis, maka pengertian tidak dipandangnya sebagai suatu yang pokok dalam belajar. Mereka mengabaikan pengertian sebagai unsur yang pokok dalam belajar. 
Eksperimen-Eksperimen Thorndike
Pada mulanya, model eksperimen Thorndike yaitu dengan mempergunakan kucing sebagai subjek dalam eksperimennya. Dengan konstruksi pintu kurungan yang dibuat sedemikian rupa, sehingga kalau kucing menyentuh tombol tertentu, maka pintu kurungan akan terbuka dan akhirnya kucing dapat keluar dan mancapai makanan (daging) yang ditempatkan di luar kurungan sebagai hadiah atau daya penarik bagi kucing yang lapar tersebut. Thordike menafsirkan bahwa “kucing itu sebenarnya tidak mengerti cara membebaskan diri dari kurungan itu, tetapi dia belajar mencamkan (mempertahankan) respon-respon yang benar dan menghilangkan atau meninggalkan respon-respon yang salah. Eksperimen Thorndike tersebut mempengaruhi pikirannya mengenai belajar pada taraf insansi (human).
Pertama, keadaan kucing yang lapar. Seandainya kucing itu kenyang, sudah tentu tidak akan berusaha keras untuk keluar. Bahkan, barangkali ia akan tidur saja dalam puzzle box yang mengurungnya. Dengan kata lain, kucing itu tidak akan menampakkan gejala belajar untuk keluar. Sehubung dengan hal ini, hampir dapat dipastikan bahwa motivasi (seperti rasa lapar) merupakan hal yang sangat vital dalam belajar.
Kedua, tersedianya makanan di muka pintu puzzle box, merupakan efek positif atau memuaskan yang dicapai oleh respon dan kemudian menjadi dasar timbulnya hukum belajar yang disebut law of effect. Artinya, jika sebuah respon menghasilkan efek yang memuaskan, hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan (mengganggu) efek yang dicapai respon, semakin lemah pula hubungan stimulus dan respon tersebut. Percobaan yang dilakukan berulang-ulang maka akan terlihat beberapa perubahan yaitu:
1)    Waktu yang diperlukan untuk menyentuh engsel bertambah singkat.
2)    Kesalahan-kesalahan (reaksi yang tidak relevan) semakin berkurang dan malah akhirnya kucing sama sekali tidak berbuat kesalahan lagi, begitu dimasukkan ke dalam kotak, kucing langsung menyentuh engsel.
Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon situasi itu, dalam hal ini objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu reaksi dengan stimulasinya. Ciri-ciri belajar dengan trial and error:
1)   Ada motif pendorong aktivitas
2)   Ada berbagai respon terhadap situasi
3)   Ada aliminasi respon-respon yang gagal atau salah
4)   Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.

Teori belajar koneksionisme ini ada juga keberatan-keberatannya antara lain:
1)   Belajar menurut teori ini bersifat mekanistis. Bila diberikan S dengan sendirinya atau secara mekanis/otomatis timbul R. Latihan-latihan ujian banyak berdasarkan pendirian ini.
2)   Pelajaran bersifat teacher-centered. Yang terutama aktif adalah guru. Dialah yang melatih anak-anak dan yang menentukan apa yang harus diketahui oleh anak-anak.
3)   Anak-anak pasif artinya kurang didorong untuk aktif berfikir, tak turut menentukan bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.
4)   Teori ini membutuhkan pembentukan meteril, yakni menumpuk pengetahuan, dan karena itu sering menjadi intelektualis. Pengetahuan dianggap berkuasa.
Kemudian menurut Thorndike praktek pendidikan harus dipelajari seara ilmiah. Praktek pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Menurutnya mengajar yang baik adalah tahu apa yang hendak diajarkan, artinya tahu materi apa yang akan diberikan, respon apa yang akan diharapkan dan kapan harus memberi hadiah/ reward.

Ada beberapa aturan yang dibuat Thorndike berkenaan dengan pengajaran, yaitu: 
1)  Perhatikan situasi murid
2)  Perhatikan respon apa yang diharapkan dari situasi terrsebut
3)  Ciptakan hubungan respon tersebut dengan sengaja, jangan mengharapkan hubungan terjadi dengan sendirinya
4)   Situasi-situasi lain yang sama jangan diindahkan sekiranya dapat memutuskan hubungan tersebut
5)   Bila hendak menciptakan hubungan tertentu jangan membuat hubungan-hubungan lain yang sejenis
6)   Buat hubungan tersebut sedemikian rupa hingga dapat perbuatan nyata
7)   Ciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Sekian materi dari saya, terima kasih atas waktu luangnnya untuk membaca tulisan dari saya 

Komentar

  1. https://tahjud69.blogspot.co.id/2016/10/teori-belajar-thorndike.html

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Belajar John Dewey

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME